Jumat, 17 Maret 2017

The Tutorial is too Hard - Bab 8

The Tutorial is too Hard


Bab 8
Lantai 1 [1]

Tahap Tutorial.
Hell Mode, Lantai 1.

Aku berjalan dilorong kosong yang gelap. Selangkah demi selangkah secara perlahan.
Aku terus meringkukan tubuhku layaknya cacing dan terus berjalan dengan perisai berada didepan.
Berapa lama hal ini akan berlangsung?

[Percobaan 1, Hari 1, 1 Jam 26 Menit.]

Setelah 5 menit berlalu.
'Sesuatu akan keluar sekarang.'
Aku memperlambat langkahku

Setelah 15 menit berlalu.
'Benar, sesuatu akan keluar sekarang juga.'
Jadi aku semakin memperlambat langkahku.

Dan 30 menit berlalu, aku berpikir 'Sesuatu keluar, kali ini benar-benar keluar.'
Jadi aku memperlambat langkahku lagi layaknya sedang menyeret kakiku ditanah.
Dan pada saat itu.
Tidak ada apapun yang keluar.
Apa aku sudah gila?
Apa aku sedang membuang-buang waktu? apa ini semacam misi serangan mendadak?
Kecemasan dan ketakutan mulai tumbuh didalam hatiku.
Tubuhku merasa lelah.
Karena membawa pedang dan perisai dikedua tangan, lengan dan pundakku merasa keram.
Punggung, lengan dan pundakku bergetar tidak karuan. Rasanya seperti aku bisa mendengar ototku mengeluarkan suara saat bergerak. Keringat menetes dimana-mana dan aku bisa mencium bau alkohol lewat nafasku.

Sialan. Sangat sulit untuk menjaga agar pedang dan perisai setinggi bahu. Dengan lutut ditekuk, punggung condong kedepan, bahu dan leher yang kusembuyinkan sebisa mungkin dibelakang perisai.
Aku berpikir untuk merenggangkan semuanya dan beristirahat.

Meluruskan punggung, tidak tidak, apa aku harus duduk  saja dan beristirahat?
Tidak, aku belum mendapat satupun informasi dari tempat ini. Aku harus mengabaikan kelelahanku dan tetap waspada.

Aku tidak bisa bersantai-santai saja.
Aku tidak yakin apa reflekku bagus dalam situasi berbahaya bahkan jika sudah berhati-hati dan waspada.

Meskipun berat....

Aku harus bisa bertahan sebisa mungkin.
Dengan tekad yang bulat, aku terus melangkah kedepan dengan perlahan seperti kura-kura.
Kemudian...

[Anda telah mempelajari : Battle Concentration Lv 1.]
[Anda telah mempelajari : Will Lv 1.]

'Uh?'

Suara kebingungan keluar dari mulutku dan aku berhenti sejenak.
Meski aku telah bertekad untuk terus maju, aku juga harus memperhatikan pesan baru itu.
Aku meluruskan punggung dan berjalan mundur.

'Status.'

[Lee Ho Jae (Manusia)]

Strength: 10
Dexterity: 13
Endurance: 11
Intelligence: 21

Skill :
Battle Concentration Lv 1.
Will Lv 1.

Aku mendapatkan beberapa skill.

[Battle Concentration (Lv.1)]
Diskripsi : Konsentrasimu akan meningkat saat dimedan tempur.
Membuak kamu tetap fokus untuk waktu yang lama.

[Will (Lv.1)]
Diskripsi : Meningkatkan Will ( mungkin maksudnya will disini lebih seperti kesiapan akan segala yang akan terjadi atau semacam kewaspadaan.)

Keduanya skill pasif.

Battle Concentration dan Will. Dua skill yang berhubungan dengan situasi yang kualami saat ini.
Sepertinya aku akan mempelajari skill tergantung situasi yang terjadi.

Kupikir aku akan mempelajari skilk jika naik level atau mendapat item, kurasa aku salah.
Jika perkiraanku benar, aku harus belajar skill sebanyak mungkin yang lebih beragam.
Mari kita coba ketika kita berkumpul di tempat yang lebih aman.
Aku penasaran bagaimana bila Min Sik, Kyung Min dan Su Ah mengetahui ini semua?
Aku menggelengkan kepala saat memikirkan mereka bertiga.
Aku tidak bisa memikirkan yang lain dulu, aku harus fokus!
Aku kemudian berjalan dengan perlahan lagi.

Bahaya bisa terjadi kapan saja, aku maju kedepan selama sejam dengan kecepatan siput.
Dan akhirnya.

Alasan kenapa aku tahu bahaya sedang mendekat bukan karna sebuah peringatan.
Semua karena perisai yang kuangkat dengan tangan kiri.

Ting!

Sebuah panah ditembakan dan menempel di perisaiku.
Sebelum aku sempat menyadari panah itu agar bisa mundur, sebuah panah mengarah kepadaku.

Ting!

Satu lagi anak panah menempel diperisaiku.
Dari mana datangnya?

Dan pada saat itu, kulihat kilatan cahaya perak dihadapanku. Dan secara reflek kuangkat perisai keatas kepala.

Ting!

Hampir saja.

Phew..

Aku tidak menyadari kedua anak panah yang pertama, tapi aku bisa melihat dan menghindari yang terakhir.
Sebuah keberuntungan...

Tap!

Ada lagi?

Puk!

'AARRRRGGHHHHH!'

Anah panah yang paling akhir mengenai pergelangan kakiku.
Sakit! Sakit sekali!

'Aaaaaahhhhhhh…'

Aku mengeceknya pergelangan kaki kananku tertusuk anak panah dengan gemetar.
Lebih dari setengahnya menembus kakiku!!

Aku berguling-guling ditana sambil berteriak kesakitan, tapi rasa sakit itu tidak hilang juga.
Darah menyembur keluar dari pergelangan kakiku, membasahi lantai dan mengenai wajahku.
Meski dalam keadaan kesakitan, ketika aku melihat darah, otakku langsung berpikir cepat.

Ruang Tunggu!!

Aku harus kembali kesana!!
Mengikuti naluri, manahan rasa sakit yang amat sangat menyiksa, aku berjalan selangkah demi selangkah keruang tunggu.

Aku mencoba segala cara agar bisa kembali, aku mencoba berjalan dengan kedua kakiku namun kehilangan keseimbangan dan aku terjatuh.

AARRRRGGGGHHHH! FUCK!

Anak panak pasti bergesekan dengan lantai, jadi rasa sakitnya terasa lagi.
Air mata mulai mengalir.
Aku mencoba merangkak, dengan pedang yang ada ditanganku sebagai pengait agar aku bisa terus bergerak.

Ototku mulai menjerit ketika aku merangkak dengan kedua tangan dan satu kaki. Berteriak kesakitan, sungguh sakit yang sangat dalam.
Dan disaat yang sama, pergelangan kaki yang tertembus anak panak berteriak karena meraka paling kesakitan.

[Anda telah mempelajari : Pain Tolerance Lv 1.]

Butuh waktu yang lama, mungkin satu jam hingga aku sampai ketempat ini.
Merangkak seperti kadal dengan satu kaki, aku belum melihat ujung dari lorong ini.
Kesakitan ini membuatku merangkat lebih pelan.

'pant, pant, pant.'

Rasa sakit mulai reda dari rasa sakit awal tertusuk menuju sakit yang telah terbiasa.
Mungkin karena adrenalin atau sejenisnya, dan otakku sudah mulai berfungsi.
Aku terus maju kedepan, meski begitu aku juga masih terus mengecek keadaan tubuhku.

Aku tidak tahu apakah kaki yang tertembus anak panah menjadi lumpuh atau sejenisnya, selain rasa sakit, aku tidak merasakan yang lainnya. Kucoba menggerakan jari-jariku tapi mereka tidak bergerak. Bahkan aku tidak tahu apa mereka masih ada karena aku sudah tidak merasakannya lagi.
[Anda telah memperlajari : Pain Tolerance Lv.2]
[Anda telah mempelajari : Haemorrhage Tolerance Lv.1]

Toleransi gundulmu. Aku merasa tidak ada efeknya sama sekali. Kakiku biasa saja tapi bahuku gemetaran

'Pant. Pant. Pant.'

Paru-paruku memperingatkanku agar berhenti latihan fisik serta menginginkan lebih banyak udara.
Aku bisa mendengar dengung dari telingaku, mungkin karna aku terlalu banyak kehabisan darah.

Aku bisa merasakan kepalaku dingin mulai menaikan suhu.
Aku mengusap keringat dilengan dengan kepala. Masih sepanas api unggun.

Wajahmu mulai terasa dingin...
Aku mulai merasakan pusing dan pandangan mulai kabur.
Aku sudah berpikir aku akan segera mati.

Masih berpikir ini adalah sebuah Game? Banjingan gila!!
Rasa sakit yang nyata.
Begitu juga dengan kematian!

Aku tidak bisa melihat apa-apa lagi.
Aku mencoba menggosok mataku dan membukannya, tapi semuanya gelap.
Ditempat segelap ini, aku hanya mengandalkan indra perabaku dan terus bergerak.
Untungnya ini hanyalah lorong yang lurus.
Jika mengabaikan tangan dan kaki yang menyentuk batu pada lantai ini, satu-satunya hal yang bisa aku rasakan hanyalah air mata yang mulai mengalir di wajahku.

Aku pikir aku sudah akan mati kering karena penderitaan ini.
Tapi aku tidak menyerah dan terus menggerakkan tangan dan kakiku dalam kegelapan.

Aku tidak mau mati disini.

Aku belum mau mati.

Jika aku matipun aku tidak mau mati dengan cara ini.

Tidak akan pernah aku mau mati dengan cara ini.

Sudah berapa lama aku merangkak?
Sudah seberapa jauh aku merangkak?
Apakah aku merangkak kearah depan?

Aku mulai kelelahan.
Aku sudah tidak bisa merasakan tubuhku lagi.
Katanya perasaan paling menyenangkan akan dialami manusia saat mendekati kematian.
Dan aku sudah melihatnya diinternet, seseorang melakukan bunuh diri untuk merasakan kenikmatan itu.

Sialan, sekarang aku tahu kenapa dinamakan Hell Mode. Aku sudah mulai pasrah dan mulai menyerah.

Apakah semua akan berakhir seperti ini?
Semua karena aku ceroboh?

Tidak. Aku tidak ceroboh. Aku selalu waspada dan bergerak perlahan....
Semua karena serangan itu tidak bisa kudeteksi ataupun kutangkis dengan skill.
Jika aku tidak punya perisai, mungkin anak panah pertama akan menembus jantungku dan aku akan mati seketika.

Kenapa.....

(voooooommmm)

[Menuju ruang tunggu lantai 1?]

Prev | Index | Next 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar